Skip to main content

Jangan Paksa Luwak Jadi Buruh Pabrik...

KOMPAS.com - Dengan alat pembuat kopi instan—coffee syphon— Saiful Bahri hanya butuh waktu tujuh menit untuk menyajikan secangkir kopi luwak kepada tamunya. Pelayan di kafe dan peristirahatan Gunung Gumitir, Jember, itu bercerita tentang aroma dan kenikmatan kopi luwak arabika yang disajikan dengan gula merah itu. "Aroma kopi luwak masih melekat dan sangat terasa bila pakai gula merah atau gula kelapa dibandingkan pakai gula pasir," kata Saiful Bahri berpromosi di areal perkebunan Gunung Gumitir, Jumat (17/6/2011).

Secangkir kopi luwak arabika tarifnya Rp 50.000 dan secangkir kopi luwak robusta Rp 40.000. Harga kopi seperti itu sepadan dengan suasana pemandangan alam kebun kopi yang bisa dinikmati pengunjung. Harga itu turun dibandingkan tahun lalu yang harganya Rp 65.000 untuk secangkir kopi luwak arabika dan Rp 50.000 untuk secangkir kopi luwak robusta.

Agak aneh karena, menurut Saiful Bahri, harga minuman kopi luwak turun sejak beberapa bulan lalu karena banyak permintaan dari tamunya di Gunung Gumitir. Sedangkan harga kopi arabika biasa kualitas ekspor hanya sepertiga atau seperempat dari harga kopi luwak. Harga kopi arabika Jawa Kopi Raung yang diekspor ke Swiss (Eropa) pekan lalu hanya sekitar Rp 38.000 per kilogram (kg). Bandingkan dengan harga kopi luwak produksi Pusat Penelitian (Puslit) Kopi dan Kakao Indonesia Jember di pasar ekspor dijual 120 dolar AS per kg.

Demikian juga kopi luwak arabika hasil produksi dari Kelompok Tani Rahayu dari Lereng Gunung Malabar, Priangan, harga jualnya Rp 1,2 juta-Rp 1,5 juta per kg. "Harga penawaran kopi luwak arabika produksi Puslit Kopi dan Kakao hanya sebagai penyangga. Artinya, harga kopi luwak milik petani atau perusahaan lain jangan sampai jauh lebih rendah dari 120 dollar AS," kata Surip Mawardi, peneliti dan penguji rasa kopi di Puslit Kopi dan Kakao.

Oleh sebab itu, saat pelaksanaan Temu Lapang Kopi 2011 oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember dan Bondowoso, 15-16 Juni 2011, para peserta bercerita banyak tentang bagaimana memproduksi kopi luwak. Informasi mengenai cara memproduksi kopi luwak supaya baik disampaikan secara terbuka, tidak ada pengalaman atau yang harus ditutup-tutupi atau disembunyikan.

Semua disampaikan secara terbuka dan transparan. Ini bermula saat para peserta temu lapang melihat secara langsung proses produksi kopi luwak di kebun percobaan Desa Andungsari, Kecamatan Pakem, Bondowoso. Di lahan tanaman kopi arabika seluas hampir 100 hektar (ha) milik Puslit Kopi dan Kakao, ada 10 luwak dalam sangkar di tengah kebun itu.

Sangkar yang disediakan luasnya bervariasi, ada 1 x 1 meter dan tinggi 2 meter. Ada pula sangkar besar ukuran 3 x 5 meter dan tinggi 2 meter. Di dalam sangkar itu ada enam pohon kopi arabika dan kotak tempat luwak bersembunyi saat tidur. Setiap hari pada musim kopi, kandang diberi 1 kg kopi gelondong merah tua dan baru dipetik. Dari 1 kg yang disuguhkan itu, besoknya yang dikeluarkan oleh luwak dan menjadi kopi beras hanya 200-400 gram. "Selama musim kopi, produksi setiap ekor hanya sekitar 14 kg," kata Yusianto, peneliti di Puslit Kopi dan Kakao. Biji kopi yang dibuang bersama kotoran luwak itulah yang kemudian diproses menjadi kopi luwak.

Agar kualitas kopi bagus, kesehatan luwak sebagai "mesin giling" harus diperhatikan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan nutrisinya.

Supriyanto Nuri, Ketua Kelompok Tani Kopi Rahayu, di Pengalengan, Jawa Barat, bercerita, tiap pagi ia memberi luwak peliharaannya telor ayam kampung dan madu. Sorenya diberi pisang atau pepaya dan apel hijau (apel malang). "Sesekali diberi pakan ayam kampung dan belut hidup. Bila perlu diberi ikan nilem," kata Nuri.

Menu luar biasa itu semata agar luwak menghasilkan enzim yang tinggi dan akhirnya kopi istimewa.
Puslit Kopi dan Kakao Jember begitu juga, memberi pakan luwak berupa pisang dan pepaya. Setiap tiga hari sekali diberi ikan asin atau ayam segar. Wajar kalau biaya pemeliharaan luwak bisa sampai Rp 1,2 juta sebulan. "Kualitas kopi dipengaruhi kualitas makanan. Luwak makan buah kopi bukan karena lapar, tetapi butuh nutrisi yang ada di ceri kopi," kata Nuri.

Kelompok tani yang dipimpin Nuri beranggotakan 163 orang dengan lahan kopi 103 ha. Produksinya 120 ton per tahun, ditambah 4,2 ton kopi luwak setahun.

Dari Forum Temu Kopi Luwak di Gunung Gumitir, kita semua diingatkan bahwa kopi luwak sampai saat ini diproduksi sesuai hukum alam: hukum luwak. Jadi, jangan memaksa luwak menjadi buruh pabrik....(Sjamsul Hadi)


http://regional.kompas.com/read/2011/06/19/09293780/Jangan.Paksa.Luwak.Jadi.Buruh.Pabrik.

Comments

Popular posts from this blog

perbedaan kopi arabika dan robusta

Arabika dan Robusta merupakan dua spesies kopi yang berbeda. Perbedaan umum terletak pada rasa, kondisi di mana dua spesies itu tumbuh, dan perbedaan ekonomis. berikut sedikit gambaran keduanya: perbedaan arabika dan robusta Dilihat dari soal rasa, Arabica mempunyai variasi rasa yang lebih beragam, dari rasa manis dan lembut hingga rasa kuat dan tajam. Sebelum disangrai, aromanya seperti blueberry, setelah disangrai, biji kopi Arabica beraroma buah-buahan dan manis, sedangkan Robusta mempunyai variasi rasa netral sampai tajam dan sering dianggap mempunyai rasa seperti gandum. Biji kopi robusta sebelum disangrai beraroma kacang-kacangan. Sayangnya jarang terdapat robusta berkualitas tinggi di pasaran. Selain perbedaan harga biji kopi Arabica yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga biji kopi Robusta, mari kita telusuri kedua jenis kopi ini: Kopi Arabica kopi arabika Kopi arabika (Coffea arabica) tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1700 mdpl, suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bul

Semangat Pak Tua Petani Robusta - Tanggamus

“Kalau saja tidak telalu sore datang kesini, aku ajak kalian ke Kebun Kopi saya, nanti saya tunjukan sama kamu, bagaimana kami memperlakukan Kopi untuk menjaga kualitas  pada saat berbuah, terutama rasa dan aromanya setelah kami olah”     Tanggamus adalah nama dari sebuah kabupaten di Lampung yang berhawa sejuk di kaki gunung Tanggamus. Sejak daman dahulu merupakan salah satu sentra perkebunan kopi robusta di Lampung. Pada jaman Belanda dahulu pernah terdapat pabrik pengolahan kopi dan teh di daerah ini, yang sempat beralih fungsi menjadi gudang senjata saat dikuasai oleh jepang, namun saat masa kemerdekaan akhirnya gudang tersebut ludes terbakar oleh perlawanan para pejuang republik Indonesia. Didaerah ini, banyak sekali petani binaan salah satu raksasa industri kopi, teh dan cokelat dari Swiss yang memproduksi kopi sasetan untuk lokal dan produk kopi premium yang di ekspor ke luar negeri. Bapak Junaidi salah satunya, seorang asli Lampung dari Desa Talang Jawa, Kecamatan Pulau Panggun

BPD AEKI Sulawesi Selatan

BADAN PENGURUS DAERAH SULAWESI SELATAN MASA BHAKTI : 2007-2012 A. PENASEHAT / DEWAN PERTIMBANGAN Jabatan Perusahaan 1 Micha Takdung Ketua Dewan Pertimbangan Fa.Kopi Jaya 2 Litha Brent Wk.Ketua Fa.Litha & Co B. BADAN PENGURUS DAERAH 1 Cornelis P.Patty Ketua PT.Aneka Bumi Kencana 2 Frenky Djamal Wk.Ketua I CV.Kopi Sulawesi 3 Frans Honga Halim Wk.Ketua II CV.Mega Putra Sejahtera KOMP.ORBIN 1 Drs.H.Abd.Rachmat Tjanring,MM Ketua Kompartemen Puskud Hasanuddin 2 Nasrul Sanusi Wk.Ketua Kompartemen PT.Marco Eka Persada KOMP.PROMOSI/PEMASARAN & HUB.L/N 1 Taswin H.Purwardi Ketua Kompartemen CV.Sari Hasil Utama 2 Hendra Litha,ST Wk.Ketua Kompartemen Fa.Kopi Jaya KOMP.PEMB.PRODUKSI/LITBANG & MUTU 1 Ir.Suwardi Ketua Kompartemen PT.Toarco Jaya 2 Hendra Suwiptandy Wk.Ketua PT.Megaputra Sejahtera KOMP.HUKUM & ARBITRASE 1 Paulus L.Sappetaw Ketua Kompartemen CV.Lucky Trad.Coy 2 Rukman Noor Wk.Ketua PT.Sulawesi Agricultural Trad. KOMP.ANGGARAN & KEUANGAN 1 Dichson Ch.Djaruu Ketua Kompa