BANDUNG, (PRLM).- Berabad-abad yang lalu, kopi asal Jawa Barat selalu menjadi komoditi paling ditunggu. Setiap kapal laut V.O.C berlabuh, kopi dari Priangan menjadi bawaan utamanya selain rempah-rempah dan lainnya.
Dari sanalah kopi Priangan yang kemudian dikenal di Eropa dan seantero dunia sebagai Java Coffee atau Java Preanger Coffee. Kopi Priangan banyak disukai karena punya rasa yang disebut mild oleh para penikmat kopi.
Namun pengiriman kopi priangan tersebut terhenti di tahun 1924. Gara-garanya ialah hama karat daun yang menyerang seluruh tanaman kopi di Jabar hingga musnah. Baru di tahun 1997, kopi kembali ditanam di Jawa Barat memakai benih kopi jenis arabica dari Aceh Tengah. Hingga dikenal sebagai kopi Ateng, kependekan dari Aceh Tengah.
"Namun diekspor dalam bentuk raw material sehingga terjadi kesenjangan ekonomi antara harga yang dibeli dari petani dengan harga di pasaran internasional. Dari sanalah kami, para roaster di sini, berupaya memperpendek jarak itu agar petani dan pengolah di sini, bisa menikmati hasil yang lebih besar. Satu-satunya cara ialah membuat brand Java Preanger Coffee yang memiliki standar internasional," kata pengusaha kopi dan roaster, Natanael Charis dari PT. Morning Glory Coffee International, pekan lalu.
Nael, panggilan akrabnya, berusaha mendekati para petani dan pengolah kopi tradisional di Jabar. Dia ingin mengedukasi mereka agar produk kopinya bisa langsung diterima pasar internasional. "Tapi awalnya tidak dianggap. Mungkin melihat siapa saya. Syukurnya, Dinas Perkebunan Provinsi Jabar mau memfasilitasi pertemuan itu di Augusta, Garut. Tepatnya tanggal 13 Mei 2008. Ada 150 petani dan pengolah kopi Jabar yang datang. Di situ, didatangkan juga buyer dari Australia yaitu Toby Smith yang menjelaskan tentang pasar kopi internasional," katanya.
Dalam kesempatan itu, Nael memaparkan kepada petani dan pengolah tradisional tentang kualitas kopi yang laku di pasar internasional, cara menanam dan mengolah yang memenuhi standar internasional. "Dari sanalah mereka mulai ngeh dan mau mengikuti cara-cara itu. Setahun kemudian, 2009, kopi dari para petani dengan brand Java Preanger Coffee bisa diekspor ke Australia sebanyak 1 kontainer. Sekitar 18 ton. Itu telah di-roast. Harga belinya pun meningkat dari Rp 18 ribu per kilo jadi Rp 30 ribu per kilo. Tahun lalu mau ekspor lagi tapi gagal panen karena hujan sepanjang tahun. Baru tahun ini bisa ekspor ke Belanda sebanyak 18 ton," ucapnya.(A-128/A-147)***
Comments
Post a Comment