Skip to main content

Sertifikasi PHL


Pada tahun 1990, Perhutani merupakan perusahaan pertama di dunia yang mendapat pengakuan internasional dengan penghargaan “Certificate of Rain Forest Alliance for Sustainable Forest Management” dari Smartwood Rain Forest Alliance Amerika Serikat untuk seluruh kawasan hutan Perhutani Jawa dan Madura.

Pada tahun 2002 sertifikat tersebut dicabut, namun Perhutani tetap berkomitmen melakukan sertifikasi kembali dengan membentuk Kelompok Kerja Sertifikasi berdasarkan Keputusan Direksi no. 614/Kpts/Dir/2002 pada September 2002 dan dikuatkan dengan Keputusan Direksi Nomor 430/Kpts/Dir/2003. Kelompok kerja melakukan fasilitasi dan pendampingan untuk proses sertifikasi di lapangan.

Berdasarkan Visi Perusahaan, Manajemen Perhutani berkomitmen untuk memperoleh kembali sertifikat SFM standar FSC untuk seluruh unit forest manajemen pada tahun 2015. Sebuah structure organisasi Biro Pengelolaan Hutan Lestari dibentuk di Kantor Pusat, Kantor Unit Kerja dan kantor KPH untuk meningkatkan tanggungjawab dan komitmen.

Berikut adalah sejarah panjang Perhutani menuju Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari
1990:

Pengelolan kawasan hutan di Perhutani sudah sesuai dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari Internasional. Berdasarkan prinsip tersebut, Perhutani merupakan perusahaan pertama di dunia yang mendapat pengakuan internasional dengan penghargaan “Certificate of Rain Forest Alliance for Sustainable Forest Management” dari Smartwood Rain Forest Alliance Amerika Serikat untuk seluruh kawasan hutan Perhutani Jawa dan Madura.

1994:
Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Perhutani telah diperbarui oleh Smartwood untuk seluruh wilayah kerja Perhutani. PHL menurut Prinsip dan Standar FSC yang baru, penilaian untuk sertifikasi hutan harus dilakukan pada setiap KPH.

1998:
KPH Kebonharjo, Cepu dan Mantingan Unit I Jawa Tengah telah dinilai oleh Smartwood Rain Forest Aliance Amerika Serikat pada tahun 1997 dan setahun berikutnya KPH tersebut memperoleh Sertifikat PHL Standar FSC dengan Nomor Sertifikat yaitu SW-FM-COC-053.

2000:
KPH Kendal Unit I Jawa Tengah, KPH Madiun dan Lawu Unit II Jawa Timur telah mendapat Sertifikat PHL Standar FSC dari Smartwood Rain Forest Alliance Amerika Serikat. Di tahun yang sama Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Cepu dan Brumbung juga menerima Sertifikasi CoC standar FSC dari Smartwood.

2001:
Sertifikat PHL standar FSC Perhutani yang mencakup 6 KPH telah ditangguhkan oleh Smartwood karena ada CAR’s (permintaan tindakan perbaikan) yang belum diselesaikan sampai batas waktu yang telah ditentukan.

2002:
Sertifikat PHL Standar FSC Perhutani telah dicabut.

2003:
KPH Kendal dan Kebonharjo Unit I mulai menyiapkan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari dengan Prinsip dan Standar FSC dengan dibantu dari TFT, serta KPH Ciamis Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun berikutnya.

2005:
KPH Cepu dan Randublatung Unit I Jawa Tengah mulai menyiapkan proses Sertifikasi PHL dengan prinsip dan standar FSC dibantu oleh TFT, juga Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu (KBM IK) Cepu bekerjasama dengan TFT menyiapkan Sistem Lacak Balak (CoC) Pengendalian Kayu dalam rangka pemenuhan Sistem Lacak Balak standar FSC. Untuk memperoleh Sertifikasi PHL lebih dari lima KPH, maka Perhutani Unit II Jawa Timur juga menyiapkan KPH Madiun, Saradan, Bojonegoro, Jatirogo, dan Banyuwangi Utara dibantu oleh WWF Indonesia-Nusa Hijau melalui pendekatan bijaksana.

2006:
Pra dan Penilaian Utama telah dilakukan di KPH Kebonharjo dan KPH Kendal Unit I Jawa Tengah oleh Woodmark Soil Association pada bulan Juli (Pra) dan Desember 2006.

2007:
Perhutani masih belum menerima dokumen akhir keputusan akhir perolehan Sertifikat PHL Standar FSC untuk KPH Kebonharjo dan KPH Kendal dari Woodmark Soil Association (WSA) sampai dengan penilaian lapangan dan peninjauan ulang kembali untuk menyelesaikan proses sertifikasi. WSA akan melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa kembali perbaikan yang telah dilakukan oleh KPH tersebut dan akan direncakan pada Desember 2007.

2008 :
Main Assessment oleh SGS Qualifor pada 5 (Lima) KPH yaitu KPH Cepu dan Randublatung (Unit I Jawa Tengah), KPH Madiun dan Banyuwangi Utara (Unit II Jawa Timur) dan KPH Ciamis (Unit III Jawa Barat dan Banten). Berdasarkan keputusan akhir dari Wood Mark Soil Asscociation untuk KPH Kendal dan KPH Kebonharjo, WSA merekomendasikan supaya Perhutani melakukan partial certification pada 6 (Enam) KPH yaitu KPH Pekalongan Barat, KPH Pemalang, KPH Blora, KPH Purwodadi, KPH Kedu Utara dan KPH Jatirogo.

2009:
SGS Qualifor merekomendasikan untuk dilakukan partial certification di 16 (Enam belas) KPH sebagai berikut :
Unit I Jawa Tengah :
KPH Mantingan
KPH Gundih
KPH Telawa
KPH Pekalongan Timur
KPH Banyumas Barat
KPH Banyumas Timur
Unit II Jawa Timur
KPH Saradan
KPH Lawu
KPH Nganjuk
KPH Jombang
KPH Mojokerto
KPH Probolinggo
Unit III Jawa Barat dan Banten
KPH Tasikmalaya
KPH Sumedang
KPH Majalengka
KPH Cianjur
KPH Bandung Selatan

2010:
WSA dan perwakilan dari FSC Internasional melakukan reassessment untuk KPH Kendal dan KPH Kebonharjo, sekaligus melakukan kembali partial certification ke KPH Blora, KPH Pekalongan Timur (Unit I Jawa Tengah), KPH Probolinggo dan KPH Parengan (Unit II Jawa Timur). Pada reassessment ini FSC mengeluarkan kebijakan dasar (Policy of Association) berkaitan dengan penerapan pengendalian kayu (Controlled Wood). Perhutani sampai saat ini masih menunggu sidang komite untuk keputusan mendapatkan Sertifikat PHL untuk KPH Kendal dan KPH Kebonharjo yang prosesnya dimulai sejak tahun 2003. Lembaga Sertifikasi SGS Qualifor dalam tahap peer review untuk keputusan sertifikasi KPH Cepu, Randublatung, Madiun, Banyuwangi Utara dan Ciamis.

2011:
Pada tahun 2011, Perum Perhutani mendapatkan Sertifikat FSC untuk KPH Kendal dan KPH Kebonharjo.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Biji kopi arabika, Liberika, Ekselsa dan robusta secara fisik

Perbedaan Biji kopi arabika, Liberika, ekselsa dan robusta secara fisik Salam sahabat kopi.. Saya akan berbagi ilmu yang saya ketahui tentang perbedaan fisik antara biji kopi arabika, liberika, Ekselsa dan robusta diantaranya: Biji arabika secara fisik dapat dilihat dari ukuran, bentuk dan warnanya. Rata-Rata ukuranny kecil, lonjong, Aroma khas ada bau bunga, bau kecut dan warnanya hijau tidak bisa kuning, bijinya berat, lapisan biji tipis, menyerap air banyak Biji Liberika secara fisik besar ukurannya, lonjong lancip, lapisan bijinya tebal dan warna kuning. Biji Ekselsa secara Fisik dapat dilihat dari Ukurannya besar lebih besar dari jenis kopi lainnya. Bentuknya bulat besar mirip dengan Robusta, lapisan bijinya tebal dan warnanya kuning pucat dan tidak berat Biji Robusts secara fisik dapat dilihat dari bentuknya Bulat, ukuran berfareasi ada kecil ada yg besar,lapisan bijinya tebal, tapi biji asli dr pohon asli robusta yang pohonny bukan sambungan rata- rata bijinya besar tidak besar ...

BPD AEKI Jawa Timur

BADAN PENGURUS DAERAH JAWA TIMUR MASA BHAKTI : 2008-2013 A. PENASEHAT / DEWAN PERTIMBANGAN Jabatan Perusahaan 1 Dr.Teguh Wahyudi M,Eng Ketua Dewan Pertimbangan PPKKI 2 Isdarmawan Asrikan Wk.Ketua CV.Lintas Utama 3 Sapta Surya Anggota PT.Yasa Setia 4 Isnandar Lilananda Anggota PT.Bintang Jaya Makmur B. BADAN PENGURUS DAERAH 1 Dr.Hutama Sugandhi Ketua PT.Aneka Coffee Industry 2 Ir.Mudrig Yahmadi Wk.Ketua PT.Citrabuana Tunggal Perkasa 3 Ir.Sugeng Budi Rahardjo Wk.Ketua PTPN XII 4 Hariyanto Wk.Ketua PT.Asal Jaya KOMP.PEMASARAN, PROMOSI & KOPI SPESIALTI 1 Halim Soesilo Ketua Kompartemen PT.Muliasari Permai 2 Drs.Murdiyoto Wk.Ketua Kompartemen KPB Cab.Surabaya 3 Hery Soekojo Anggota PT.Gemilang Sentosa Permai KOMP.PRODUKSI, MUTU & LITBANG 1 Rudy Soekojo Ketua Kompartemen PT.Gemilang Jaya Makmur Abadi 2 Ir.Dudiek Polii Wk.Ketua Kompartemen PTPN XII 3 Daniel Sunartio Anggota CV.Samudra Harapan KOMP.PEMB.INDUSTRI KOPI 1 Ir.Terbit Satrio Pradignyo Ketua Kompartemen PT.Aneka Coffee Indust...

sera serbi kopi

Jual Kopi Bubuk Lebih Untung LIWA, KOMPAS.com - Sebagian petani kopi di Kabupaten Lampung Barat mulai memproduksi kopi bubuk karena lebih menguntungkan daripada menjual kopi bijian.      "Saya mulai membuat kopi bubuk, walaupun tidak terlalu banyak, tetapi hasil penjualannya lebih menguntungkan," kata petani kopi, Nasir, di Pekon Pagar Dewa, Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat, sekitar 282 km sebelah barat Bandarlampung, Senin (16/8/2010).Dia menjelaskan, harga kopi kering kian merosot sehingga mendorong petani mengolahnya menjadi kopi bubuk. "Alasan harga yang membuat petani membuat kopi bubuk, karena lebih menguntungkan daripada menjual kopi bijian," kata dia lagi.      Ia mengatakan separuh hasil panennya diolah menjadi kopi bubuk, yang dijual ke sejumlah pasar di Lampung. "Bila saya menjual kopi biji, jelas pendapatan saya akan berkurang,"katanya. Menurut dia, hasil penjualan kopi bubuk itu mampu membiayai perawatan tanaman kopi dan ...