London, Wartakotalive.com
Studi yang dilakukan oleh ilmuwan dari Royal Botanic Garden di Kew, Inggris, dan Ethiopia melaporkan bahwa kopi jenis Arabika (Coffea arabica) liar terancam punah dalam 70 tahun, akibat perubahan iklim. Hasil studi ini dipublikasikan di jurnal PLOS ONE.
Skenario terburuk, seperti yang didapatkan dari analisis kami, arabika liar dapat punah pada tahun 2080. Hal ini seharusnya menjadi peringatan bagi penentu kebijakan terhadap kerentanan spesies ini," kata Justin Moat, Kepala Informasi Spasial di Royal Botanic Garden, yang terlibat riset, sebagaimana dilansir Kompas.com.
Kopi arabika liar penting bagi kelangsungan industri kopi karena keragaman genetik yang dimiliki. Arabika yang tumbuh di perkebunan terbilang miskin akan keragaman genetik, sehingga kurang memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan masalah lain seperti hama dan penyakit.
Punahnya arabika tak cuma merugikan dalam hal keanekaragaman hayati. Kepunahan juga berdampak secara ekonomi sebab kopi merupakan komoditas perdagangan paling besar setelah minyak, dan menjadi sumber pendapatan utama bagi beberapa negara, misalnya Ethiopia.
Kesimpulan terancamnya kopi arabika didapatkan dari hasil pemodelan komputer. Data bahan pemodelan didapatkan dari museum (termasuk herbarium) dan lapangan. Ini adalah studi pertama yang mengukur dampak perubahan iklim pada kopi.
Dua analisis dilakukan dalam studi lokal dan kewilayahan. Studi dilakukan dengan membandingkan penyebaran kopi arabika saat ini, dan memprediksikannya hingga tahun 2080. Tiga interval waktu ditetapkan untuk analisis, yakni tahun 2020, 2050, dan 2080.
Hasil analisis mengungkap bahwa secara lokal, pengurangan distribusi kopi arabika secara lokal adalah 65 persen-99,7 persen. Sementara itu, hasil analisis kewilayahan menunjukkan bahwa pengurangan distribusi adalah 38 persen-90 persen.
Ancaman perubahan iklim pada kopi mungkin lebih buruk. Analisis ini belum menyertakan faktor deforestasi yang terjadi di sekitar habitat kopi arabika liar serta faktor lain, seperti hama, penyakit, perubahan waktu perbungaan, dan pengurangan populasi burung yang berfungsi sebagai penyerbuk.
Studi lapangan dalam tes pemodelan itu dilakukan di Dataran Tinggi Boma, Sudan, pada April 2012. Berdasarkan hasil pengujian, dengan menyertakan faktor deforestasi, arabika liar bisa punah pada tahun 2020. Hal itu masuk akal dengan rendahnya kualitas kesehatan arabika liar kini.
Aaron Davis, Kepala Penelitian Kopi di Royal Botanic Garden, seperti dikutip Physorg, Rabu, mengatakan, "Tujuan studi ini bukan membuat orang takut. Prediksi ini tentu memprihatinkan, tetapi kita seharusnya bisa menjadikannya sebagai dasar terhadap langkah yang diperlukan."
Paten
Sementara itu, setelah mengekspor delapan kontainer kopi ke Swiss, petani kopi arabika di Kabupaten Bondowoso ingin mematenkan produksi kopi Arabika Java Ijen-Raung ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal itu agar diperoleh pengakuan internasional cita rasa dan mutu kopi arabika dari Pegunungan Ijen dan Raung.
Untuk itu, petani kopi rakyat di Bondowoso dan Situbondo ingin mengajukan Perlindungan Indikasi Geografis Arabika Java Ijen-Raung. Diferensiasi produk merupakan sarana penting untuk menarik perhatian pada era pasar global dan persaingan ketat masa kini dan masa mendatang. Demikian dikatakan Dr Surip Mawardi, ahli kopi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, di Bondowos.
Indikasi Geografis memegang peranan penting untuk menarik minat konsumen agar bisa memberi nilai tambah pada produk lokal yang berasal dari kawasan khusus. ”Produk Perlindungan Indikasi Geografis dengan mutu baik bisa meningkatkan daya saing. Karena itu, pemerintah di berbagai negara dunia mendorong Perlindungan Indikasi Geografis bagi komoditas yang dihasilkan,” kata Surip Mawardi.
Kopi yang telah memiliki perlindungan khusus, antara lain Kopi Arabika Gayo di Aceh, Kopi Arabika Bajawa Flores di NTT, dan Kopi Arabika Kintamani di Bali. ”Sekarang kita mencoba mengajukan kopi Arabika Java Ijen-Raung,” kata Surip.
Bambang Sriono, Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia, di Bondowoso, berpendapat, permintaan kopi Arabika Java Ijen-Raung terus meningkat. ”Jika punya sertifikat Indikasi Geografi dan sertifikat UTZ, pengusaha Belanda siap membeli sebanyak-banyaknya,” katanya.
Potensi produksi kopi rakyat Arabika Java Ijen-Raung sekitar 10.000 ton. Kopi ini berasal dari kawasan spesifik dengan ketinggian di atas 1.000 meter dari permukaan laut.
Comments
Post a Comment