Skip to main content

Undang-undang Pangan

Regulation (EC) 178/2002, yang umumnya disebut sebagai Undang-undang Pangan Uni Eropa, menjelaskan prinsip umum tata kelola pangan dan pakan, khususnya terkait keamanan pangan dan pakan, serta menetapkan prosedur untuk hal-hal yang memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap keamanan pangan dan pakan. Undang-undang Pangan didukung oleh kerangka kerja hukum teknis yang berisi persyaratan bagi Pelaku Usaha Pangan mengenai kebersihan (Regulations (EC) 852/2004 dan 853/2004) serta persyaratan bagi Otoritas Berwenang (Competent Authorities) yang bertanggung jawab atas fungsi kontrol pemerintah (Regulations (EC) 882/2004 dan 854/2004). Regulation (EC) 178/2002 menetapkan bahwa semua pangan yang diimpor harus memenuhi kriteria yang sama dengan produk yang diproduksi di Negara Anggota. Hal ini berarti bahwa Pelaku Usaha Pangan (produsen) serta Otoritas yang bertanggung jawab untuk kontrol di negara di luar Uni Eropa harus mematuhi persyaratan undang-undang pangan UE yang relevan terhadap produk yang diekspor.

Peraturan fundamental UE terkait dengan keamanan pangan ditetapkan oleh Regulation (EC) 178/2002 yang menetapkan prinsip umum dan persyaratan undang-undang pangan, mendirikan Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan menetapkan prosedur untuk keamanan pangan. Peraturan tersebut menjelaskan dasar dari "Undang-undang Pangan" serta menjabarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Undang-undang pangan ditujukan untuk melindungi kesehatan manusia dan kepentingan konsumen
2. Undang-undang tersebut berlaku untuk pangan dan pakan
3. Undang-undang tersebut berlaku atas seluruh tahapan produksi pangan (disebut sebagai pendekatan “Farm to Fork”)
4. Pangan dan pakan yang diimpor ke Uni Eropa harus diproduksi dalam kondisi peraturan yang setara dengan produksi di dalam Uni Eropa
5. Pangan dan pakan tidak boleh dimasukkan ke dalam pasar jika produk tersebut tidak aman (misalnya, berbahaya untuk kesehatan atau tidak sesuai untuk konsumsi manusia)
6. Pangan dan pakan tidak boleh ditampilkan dengan cara yang menyesatkan konsumen (persyaratan pelabelan)
7. Pelaku Usaha Pangan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa persyaratan Undang-undang Pangan ini dipenuhi serta bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap kepatuhan terhadap Undang-undang pangan
8. Negara Anggota harus memberlakukan Undang-undang Pangan serta memantau dan melakukan verifikasi bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh Pelaku Usaha pangan/pakan melalui suatu sistem kontrol pangan dan pemantauan pasar.
9. Suatu sistem sangsi telah dibuat
10. Sistem pelacakan untuk pangan, pakan, hewan yang memproduksi pangan dan semua bahan lain yang dimasukkan ke dalam suatu produk pangan atau pakan harus diberlakukan pada tiap tahapan proses produksi, pengolahan dan distribusi; pelabelan harus digunakan untuk mempermudah pelacakan (traceability)
11. Dalam situasi ketika pangan atau pakan menimbulkan suatu risiko pada konsumen, produk tersebut harus ditarik dari pasar dan Otoritas Berwenang (CA) harus diinformasikan
12. Pendirian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (European Food Safety Authority) telah diusulkan
13. Suatu Sistem Peringatan Cepat untuk Pangan dan Pakan (Rapid Alert System for Food and Feed - RASFF) telah diusulkan

Sejumlah tindakan telah diambil sebagai konsekuensi dari prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Undang-undang Pangan tersebut:

1. Pendirian Food and Veterinary Office (FVO) dari EU Commission; bagian dari tanggung jawabnya adalah memastikan kesetaraan (equivalency) bagi para eksportir Negara Ketiga dalam Uni Eropa
2. Pengesahan Regulation (EC) 852/2004 yang menetapkan prinsip umum mengenai kebersihan seluruh produksi pangan
3. Pengesahan Regulation (EC) 853/2004 yang menetapkan standar kebersihan untuk pangan yang berasal dari hewan sebagai tambahan terhadap persyaratan umum yang terdapat dalam Regulation (EC) 852/2004
4. Regulation (EC) 882/2004 menjelaskan mengenai fungsi kontrol pemerintah yang akan dilaksanakan oleh Otoritas Berwenang dan mencakup aspek kesehatan dan kesejahteraan hewan
5. Regulation (EC) 854/2004 menjelaskan mengenai kontrol pemerintah yang diperlukan untuk pangan yang berasal dari hewan
6. Penetapan sistem impor pangan ke Uni Eropa untuk produk yang berasal dari hewan (Products of Animal Origin - POAO) dan produk yang bukan dari hewan (Products of Non-Animal Origin - PONAO) termasuk mengenai pelabuhan khusus (Designated Ports of Entry - DPE) dan pos inspeksi perbatasan (Border Inspection Posts - BIP)
7. Pendirian Badan Keamanan Pangan Eropa (European Food Safety Agency) dan tiap negara dalam Uni Eropa harus memiliki Badan Keamanan Pangan (Food Safety Agency ) atau badan lain yang setara
8. Pendirian Sistem Peringatan Cepat untuk Pangan dan Pakan (Rapid Alert System for Food and Feed - RASFF)

Pelacakan (traceability) diwajibkan pada tiap tahapan proses produksi, pengolahan serta pemasaran. Dengan menggunakan pendekatan "Farm to Fork", Undang-undang Uni Eropa mewajibkan pelacakan di seluruh rantai nilai. Ini berarti bahwa tiap pelaku usaha harus mendokumentasikan pelacakan untuk semua masukan (input) dan keluaran (output) pada satu langkah sebelum dan satu langkah sesudah setiap kegiatan operasi dari pelaku usaha tersebut.

Penempatan pangan di pasar Uni Eropa harus diberi label atau diidentifikasi dengan baik untuk mempermudah pelacakan. Sistem tersebut harus memungkinkan pelacakan terhadap semua pemasok serta masukan (input) spesifik mereka, agar dapat digunakan ketika diperlukan, misalnya ketika dilakukan penyelidikan terjadinya wabah penyakit yang disebabkan oleh makanan. Sistem kode dan dokumen produsen merupakan alat bantu yang tepat untuk fungsi pelacakan.

Undang-undang Pangan mewajibkan pelaku usaha pangan untuk menempatkan sistem dan prosedur yang menjamin pelacakan produk. Undang-undang ini tidak memberikan rincian mengenai sistem tersebut, namun penggunaan kata "sistem" dan "prosedur" menyiratkan bahwa suatu struktur mekanisme harus diterapkan untuk menyediakan seluruh informasi yang dibutuhkan kepada Otoritas Berwenang (Competent Authorities) ketika dibutuhkan. Ketika mengembangkan suatu sistem pelacakan, yang penting adalah memberikan informasi, bukan format dari informasi tersebut. Oleh karena itu, sistem pelacakan dapat diterapkan dalam berbagai bentuk, mulai dari buku catatan sederhana hingga sistem komputerisasi canggih yang terhubung ke sistem barcode internasional, selama sistem tersebut dapat memenuhi tujuan dan terbukti efisien. Pada dasarnya, sistem tersebut harus mengumpulkan informasi tautan "pemasok-produk" dan tautan "produk-konsumen" dan pelaku usaha harus menggunakan sistem kode, pelabelan dan penyimpanan data yang sesuai untuk tujuan tersebut.

Catatan pelacakan harus dikelola dengan baik untuk memungkinkan ketersediaan data sewaktu-waktu ketika dibutuhkan, tanpa terlalu lama menunda penyelidikan atau penarikan produk (jika dianggap perlu) ketika suatu produk pangan diduga atau dianggap tidak aman untuk konsumsi.

Persyaratan legal minimum untuk pelacakan pada dasarnya bersifat sederhana dan dapat diterapkan oleh kebanyakan Pelaku Usaha Pangan. Akan tetapi, harus tetap diingat bahwa persyaratan komersial untuk pelacakan biasanya bersifat lebih mendalam daripada persyaratan umum tersebut, baik karena kebijakan khusus perusahaan pembeli atau karena pembeli mewajibkan sertifikasi terhadap suatu standar komersial sukarela.

Dalam rantai pangan, pelacakan berarti kemampuan untuk melacak dan mengikuti suatu produk pangan, pakan, hewan penghasil pangan atau bahan lain pada seluruh tahapan produksi dan distribusi.

Tahapan produksi dan distribusi tersebut mencakup semua tahapan, termasuk impor, mulai dari produksi pangan primer hingga penjualan dan pasokan ke konsumen akhir, serta jika relevan, dilakukan untuk keamanan pangan, produksi, manufaktur dan distribusi pakan hewan.

Karakteristik dasar sistem pelacakan mencakup:
- Identifikasi unit/kelompok produk (batch) seluruh bahan dan produk.
- Informasi mengenai kapan dan ke mana mereka dipindahkan atau ditransformasi
- Suatu sistem yang menghubungkan data tersebut

Pada praktiknya, sistem pelacakan merupakan prosedur penyimpanan catatan alur suatu unit atau batch tertentu dari suatu produk atau bahan dari para pemasok, di seluruh tahapan menengah (intermediate) yang melakukan pemrosesan dan penggabungan bahan menjadi produk baru dan pada seluruh rantai persediaan ke para pelanggan dan pada akhirnya, ke tingkat konsumen.

Tulisan tangan atau label tercetak dapat digunakan, walaupun seringkali diganti atau didukung oleh sistem identifikasi yang dapat dibaca oleh mesin, seperti bar codes, atau label (tag) frekuensi radio. Jumlah informasi yang dapat dilaksanakan oleh sistem identifikasi sangatlah besar; banyak sistem yang dapat mengakomodasi lebih dari 2.000 karakter informasi. Hal ini berdampak pada peningkatan kapasitas operasi sistem pelacakan.

Sistem pelacakan sangat bergantung padapencatatan informasi. Jumlah informasi yang disimpan dalam suatu sistem pelacakan bervariasi dan tergantung dari karakteristik produk, praktik pada tingkat pertanian dan manufaktur, spesifikasi konsumen serta ketentuan hukum.

Mekanisme yang kuat diperlukan untuk memfasilitasi pengumpulan dan pengecekan (authentication) informasi, agar informasi tersebut dapat diperbarui dan dibagikan ke seluruh rantai pangan. Dalam beberapa kasus, pengujian analisis dapat digunakan untuk mendukung dan memeriksa sistem pelacakan.

Banyak sistem manufaktur, termasuk manufaktur pangan, telah mengupayakan registrasi ke sejumlah Sistem Manajemen Kualitas dan Keamanan Pangan (Food Safety and Quality Management System) (seperti BRC, IFS, ISO 22000). Sistem tersebut mewajibkan produk untuk dilacak mulai dari tahapan saat ini hingga ke seluruh tahapan manufaktur melalui penyimpanan catatan yang akurat dan tepat waktu. Dokumentasi kertas atau pencatatan komputer dapat digunakan sebagai bukti untuk kepatuhan.

Dalam produksi primer, pelacakan telah ditetapkan sebagai kemampuan untuk melacak sejarah produk di seluruh rantai persediaan ke atau dari tempat dan waktu produksi, termasuk identifikasi input yang digunakan dan operasi produksi yang dijalankan. Untuk produksi hewan, maka ini berarti identifikasi hewan ternak dan pelacakan perpindahan hewan ternak. Banyak skema jaminan pertanian atau farm assurance yang mewajibkan pelacakan dengan tingkat tertentu pada produksi primer pertanian.

Karakteristik mendasar sistem pelacakan, seperti identifikasi, informasi dan tautan antar informasi, merupakan hal yang umum dalam semua sistem mandiri dalam produk, proses produksi dan sistem kontrol produk itu sendiri. Pada praktiknya, sistem pelacakan merupakanprosedur penyimpanan catatan alur unit untuk suatu produk atau bahan tertentu, dari pemasok ke bisnis, pada seluruh tahapan menengah (intermediate) yang melakukan pemrosesan dan penggabungan bahan menjadi produk baru dan pada seluruh rantai persediaan hingga menuju ke konsumen.

Pelacakan produk didasarkan pada kemampuan untuk mengidentifikasi produk pada tiap titik dalam rantai persediaan. Perusahaan manufaktur atau importir menentukan ukuran dari suatu batch, yang diberikan suatu identifikasi unik. Di sepanjang rantai pangan, identitas baru selalu dibuat ketika bahan-bahan dimasukkan ke dalam resep, ketika barang dikumpulkan untuk pengiriman, dan/atau ketika suatu batch besar dipecah ke sejumlah tujuan pengiriman. Pelacakan mewajibkan bahwa tiap batch harus diidentifikasi dan identifikasi ini menyediakantautan ke sejarah produk.

Produk dan proses merupakan komponen penting dalam suatu sistem pelacakan, dengan penyimpanan informasi yang terkait satu sama lain. Dalam sistem yang paling sederhana, informasi yang disimpan hanyalah yang menunjukkan alur terhubung yang memastikan produk dapat diidentifikasi pada seluruh rantai manufaktur, distribusi dan ritel (misalnya, informasi mengenai identitas komponen, dari lokasi mana dan kapan produk tersebut berada di lokasi tertentu).

Informasi tambahan juga dapat diberikan, seperti informasi yang memungkinkan efisiensi pemrosesan untuk dihitung ke dalam sistem manufaktur, atau informasi terkait kualitas atau asal bahan-bahan. Jumlah dan jenis informasi dapat ditambah sesuai dengan ketentuan sistem, dan dapat dilakukan pada sebagian atau keseluruhan rantai pangan.

Pelacakan difasilitasi oleh EUDirective 2000/13 (mengenai pendekatan hukum Negara Anggota terkait dengan pelabelan, presentasi dan pengiklanan produk pangan) serta 2011/92 (mengenai indikasi atau pemberian tanda identifikasi kepada lot produk pangan) yang menjelaskan pelabelan dan persyaratan pemberian tanda pada lot. Directive tersebut mewajibkan produk pangan, khususnya untuk ritel, agar memiliki label yang mengindikasikan alamat Pelaku Usaha Bisnis dan informasi lain yang memungkinkan penarikan (recall/witdrawal) produk ketika terjadi suatu risiko yang serius bagi kesehatan masyarakat. Dalam kasus pangan yang berasal dari hewan, produk harus ditandai dengan nomor persetujuan lokasi usaha tempat material diolah, sesuai dengan prosedur yang diberikan dalam Regulation (EC) 853/2004 dan 854/2004.

Mulai berlaku pada bulan Desember 2014, pelabelan pangan harus mengikuti ketentuan dalam Directive 1169/2011 mengenai kewajiban untuk memberikan informasi tentang negara asal atau lokasi asal kepada konsumen.

Sistem pengolahan yang mencakup preservasi identitas (seperti organik atau Minyak Sawit Berkelanjutan / Sustainable Palm Oil) mengandalkan pelacakan yang memadai untuk menunjukkan asal produk kepada para pelanggan dan konsumen.

Pedoman mengenai pelacakan telah diterbitkan oleh Codex Elimentarius dalam “Principles for traceability / product tracing as a tool within a food inspection and certification system” (CAC/GL 60-2006) di http://www.codexalimentarius.org/download/standards/10603/CXG_060e.pdf.

Pelacakan (traceability) /pelacakan produk merupakan alat yang dapat diterapkan, pada saat yang tepat, dalam sistem inspeksi dan sertifikasi pangan untuk melindungi konsumen dari risiko bahaya dari pangan dan praktik pemasaran yang menyesatkan, dan fasilitasi perdagangan berdasarkan deskripsi produk yang akurat.

Alat pelacakan (traceability) /pelacakan produk harus dapat melakukan identifikasi pada tiap tahapan rantai produk (dari produksi hingga distribusi), dari lokasi asal pangan (satu tahap sebelumnya) dan ke lokasi tujuan pangan (satu langkah berikutnya), sesuai dengan tujuan dari sistem inspeksi dan sertifikasi pangan.

Diagram berikut diambil dari laporan “Indonesia’s Export Quality Infrastructure” oleh O’Brien & Schüller: Traceability:The Fundamental Feature of an Efficient EQI System


Undang-undang Pangan ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen. Selain itu, Undang-undang Pangan ditujukan untuk melindungi nyawa dan kesehatan manusia, termasuk praktik perdagangan yang adil. Undang-undang Pangan menetapkan bahwa pangan tidak boleh ditempatkan ke pasar jika dianggap tidak aman, yang berarti bahwa produk tersebut dianggap (1) berbahaya bagi kesehatan atau (2) tidak sesuai untuk konsumsi manusia.

Undang-undang Pangan menyatakan bahwa dalam menentukan apakah suatu produk itu tidak aman, hal yang harus dipertimbangkan adalah kondisi penggunaan normal pangan tersebut oleh konsumen dan informasi yang tercantum dalam label, atau informasi lain yang umumnya tersedia bagi konsumen mengenai cara menghindari dampak tertentu yang merugikan kesehatan dari pangan atau sekelompok pangan tertentu.

Undang-undang Pangan juga menetapkan bahwa ketika suatu pangan yang tidak aman merupakan bagian dari batch, lot atau pengiriman pangan dari kelas atau deskripsi yang sama, diasumsikan bahwa semua pangan dari batch, lot atau pengiriman tersebut juga tidak aman, kecuali telah dilakukanpengujian terperinci yangmenunjukkanbahwa tidak ada bukti yang mendukung hal ini.

Pangan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan

Undang-undang Pangan menetapkan bahwa dalam menetapkan apakah suatu pangan itu berbahaya bagi kesehatan, beberapa hal yang harus dipertimbangkan mencakup:

Dampak segera dan/atau jangka pendek dan/atau jangka panjang yang mungkin terjadi dari pangan tersebut terhadap kesehatan orang yang mengkonsumsinya
Dampak racun kumulatif yang mungkin terjadi dalam tubuh manusia
Sensitivitas kesehatan dari kategori konsumen tertentu jika produk pangan ditujukan untuk kategori konsumen tersebut (misalnya, bayi atau orang dengan masalah daya tahan tubuh)

Pangan yang dianggap tidak sesuai untuk konsumsi manusia

Yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan apakah suatu pangan tidak sesuai untuk tujuan konsumsi manusia adalah apakah suatu pangan tidak boleh dikonsumsi oleh manusia berdasarkan tujuan pengunaanya, karena kontaminasi baik dari benda asing atau yang lain, atau karena pembusukan, kerusakan atau penguraian. Ini berarti bahwa pangan yang 'tidak sesuai" tidak berarti berbahaya bagi kesehatan, namunbukan dalam kualitas yang dapat diharapkan untuk dikonsumsi

Pangan Impor

Negara Anggota Uni Eropa diwajibkan untuk melaksanakan kontrol produk impor pada saat pertama kali produk tersebut masuk ke Uni Eropa. Inspeksi tersebut dilaksanakan pada Pos Inspeksi Perbatasan (Border Inspection Posts) yang telah ditentukan. Inspeksi tersebut, termasuk pemeriksaan acak serta pemeriksaan terencana jika ada dugaan khusus, dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh peraturan Uni Eropa. Jika suatu produk memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan oleh peraturan Uni Eropa, produk tersebut boleh didistribusikan tidak hanya di negara tempat Pos Inspeksi Perbatasan, namunjuga di seluruh 27 Negara Anggota. Sama halnya, jika suatu produk tidak memenuhi kriteria Uni Eropa, maka produk tersebut akan dilarang masuk ke seluruh 27 Negara Anggota. Kasus seperti itu akan didokumentasikan dalam sistem Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa. RASFFmerupakansuatu basis data yang didirikan oleh EU Commission untuk memfasilitasi pertukaran informasi yang cepat dan efisien antara Negara Anggota mengenai upaya yang diambil untuk menanggapi risiko bahaya yang terdeteksi terkait dengan pangan atau pakan.  Informasi umum mengenai seluruh peringatan dan notifikasi yang ada tersedia di bagian publik basis data RASFF (http://ec.europa.eu/food/food/rapidalert/index_en.htm) dan informasi spesifik tersedia dengan menggunakan password untuk petugas khusus dalam Otoritas Berwenang.

Anda dapat menggunakan basis data RASFF untuk informasi mengenai peringatan cepat (rapid alerts) bagiproduk khusus dan negara khusus.

Inspeksi ini dilakukan di Pos Inspeksi Perbatasan yang telah ditetapkan sesuai dengan Directive 97/78. Inspeksi ini dapat terdiri dari 'pemeriksaan dokumen' - yang berarti pemeriksaan sertifikat atau dokumen kesehatan hewan (veterinary certicate/document), atau dokumen lain yang disertakan dalam pengiriman; 'pemeriksaan identitas' - yang berarti pemeriksaan secara visual untuk memastikan bahwa sertifikat atau dokumen kesehatan hewan (veterinary certicate/document) atau dokumen lain yang dikeluarkan untuk peraturan kesehatan hewan tersebut sesuai dengan produknya; dan/atau 'pemeriksaan fisik' - yang berarti pemeriksaan terhadap produk itu sendiri, yang dapat mencakup pemeriksaan terhadap pengemasan dan suhu serta pengambilan sampel dan pengujian laboratorium.
Negara Anggota harus memastikan bahwa tidak ada pengiriman dari negara ketiga yang diizinkan masuk tanpa melalui pemeriksaan kesehatan hewan (veterinary checks) yang diwajibkan dalam Directive ini. Negara Anggota juga harus memastikan bahwa pengiriman dilakukan melalui PosInspeksi Perbatasan, dan bahwa orang yang bertanggung jawab untuk pembongkaran barang memberikan informasi terlebih dahulu ke pada petugas kesehatan hewan di Pos Inspeksi Perbatasan dimanaproduk akan dimasukkan. Kemudian, pemeriksaan kesehatan hewan (veterinary checks) dilakukan padatiap pengiriman oleh Otoritas Berwenang di bawah tanggung jawab petugas kesehatan hewan.

Lebih lanjut lagi, Regulation (EC) 136/2004 menetapkan prosedur untuk tiap pemeriksaan kesehatan hewan (veterinary checks) di Pos Inspeksi Perbatasan Komunitas terhadap produk impor dari negara ketiga dan menetapkan Common Veterinary Entry Document (CVED).

Food and Veterinary Office (FVO) Uni Eropa

Komisi Eropa telah menunjuk Directorate General for Health and Consumers (DG SANCO) untuk mengawasi Negara Anggota Uni Eropa serta negara lain di luar Uni Eropa yang produk makanannya diimpor (Negara Ketiga Uni Eropa), agar mematuhi peraturan yang ada dalam Undang-undang Pangan Uni Eropa dan peraturan teknis terkait lainnya. Untuk tujuan ini, Komisi tersebut telah mendirikan Food and Veterinary Office (FVO) sebagai badan inspeksi dan audit untuk keamanan pangan dan pakan. FVO bekerja untuk memastikan bahwa sistem kontrol yang diterapkan di negara tersebut efektif dan sesuai dengan peraturan Uni Eropa di dalam negara Anggota UE serta Negara Ketiga UE terkait dengan ekspor mereka ke Uni Eropa. FVO melaksanakan tugas tersebut dengan menjalankan inspeksi di Negara Anggota dan di Negara Ketiga UE yang mengekspor ke Uni Eropa.

Ketetapan untuk kontrol Uni Eropa dalam Negara Ketiga Uni Eropa ditetapkan dalam pasar 46-48 pada Regulation (EC) 882/2004. Tujuan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh FVO adalah untuk melakukan verifikasi, bahwa peraturan umum, khususnya sistem kontrol yang telah diterapkan oleh Otoritas Berwenang, setidaknya setara dengan persyaratan Uni Eropa. Oleh karena itu, cakupan inspeksi tersebut adalah termasuk:
  • Perundang-undangan dalam negara tersebut dibandingkan dengan peraturan Uni Eropa
  • Organisasi Otoritas Berwenang (CA) negara tersebut, termasuk otoritas dan kekuatan mereka untuk melaksanakan peraturan yang berlaku
  • Pelatihan staf terkait dengan kinerja kontrol pemerintah
  • Sumber daya yang tersedia bagi Otoritas Berwenang
  • Keberadaan dan operasi prosedur kontrol sertasistem kontrol yang terdokumentasi.
  • Prosedur untuk notifikasi situasi terkait dengan penyakit hewan yang bisa ditularkan ke manusia (zoonoses), kesehatan hewan dan tanaman ke Komisi Uni Eropa dan badan internasional terkait, seperti IPPC
  • Kontrol impor (misalnya bahan baku mentah) hingga tahap yang relevan terhadap ekspor ke Uni Eropa
Untuk memudahkan penilaian, Komisi dapat meminta terlebih dahulu informasi mengenai perundang-undangan, sistem kontrol pemerintah serta hasil dari kegiatan kontrol tersebut.

Jika suatu Negara Ketiga tidak menyediakan informasi yang memadai dan/atau jika hasil dari pemeriksaan lapangan tidak memberikan jaminan yang cukup terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan Uni Eropa, Komisi Eropa dapat memutuskan untuk memberlakukan kondisi impor khusus terhadap produk tertentu dari negara tertentu. Kondisi tersebut dapat mencakup larangan impor ke Uni Eropa untuk produk tertentu atau kontrol wajib tambahan pada inspeksi perbatasan Uni Eropa.

Laporan terperinci mengenai seluruh Inspeksi FVO di Negara Anggota serta di Negara Ketiga diterbitkan di situs DG SANCO. Lihat situs DG SANCO untuk informasi lebih lengkap atau laporan mengenai Inspeksi FVO.

Comments

Popular posts from this blog

perbedaan kopi arabika dan robusta

Arabika dan Robusta merupakan dua spesies kopi yang berbeda. Perbedaan umum terletak pada rasa, kondisi di mana dua spesies itu tumbuh, dan perbedaan ekonomis. berikut sedikit gambaran keduanya: perbedaan arabika dan robusta Dilihat dari soal rasa, Arabica mempunyai variasi rasa yang lebih beragam, dari rasa manis dan lembut hingga rasa kuat dan tajam. Sebelum disangrai, aromanya seperti blueberry, setelah disangrai, biji kopi Arabica beraroma buah-buahan dan manis, sedangkan Robusta mempunyai variasi rasa netral sampai tajam dan sering dianggap mempunyai rasa seperti gandum. Biji kopi robusta sebelum disangrai beraroma kacang-kacangan. Sayangnya jarang terdapat robusta berkualitas tinggi di pasaran. Selain perbedaan harga biji kopi Arabica yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga biji kopi Robusta, mari kita telusuri kedua jenis kopi ini: Kopi Arabica kopi arabika Kopi arabika (Coffea arabica) tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1700 mdpl, suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bul

Semangat Pak Tua Petani Robusta - Tanggamus

“Kalau saja tidak telalu sore datang kesini, aku ajak kalian ke Kebun Kopi saya, nanti saya tunjukan sama kamu, bagaimana kami memperlakukan Kopi untuk menjaga kualitas  pada saat berbuah, terutama rasa dan aromanya setelah kami olah”     Tanggamus adalah nama dari sebuah kabupaten di Lampung yang berhawa sejuk di kaki gunung Tanggamus. Sejak daman dahulu merupakan salah satu sentra perkebunan kopi robusta di Lampung. Pada jaman Belanda dahulu pernah terdapat pabrik pengolahan kopi dan teh di daerah ini, yang sempat beralih fungsi menjadi gudang senjata saat dikuasai oleh jepang, namun saat masa kemerdekaan akhirnya gudang tersebut ludes terbakar oleh perlawanan para pejuang republik Indonesia. Didaerah ini, banyak sekali petani binaan salah satu raksasa industri kopi, teh dan cokelat dari Swiss yang memproduksi kopi sasetan untuk lokal dan produk kopi premium yang di ekspor ke luar negeri. Bapak Junaidi salah satunya, seorang asli Lampung dari Desa Talang Jawa, Kecamatan Pulau Panggun

BPD AEKI Sulawesi Selatan

BADAN PENGURUS DAERAH SULAWESI SELATAN MASA BHAKTI : 2007-2012 A. PENASEHAT / DEWAN PERTIMBANGAN Jabatan Perusahaan 1 Micha Takdung Ketua Dewan Pertimbangan Fa.Kopi Jaya 2 Litha Brent Wk.Ketua Fa.Litha & Co B. BADAN PENGURUS DAERAH 1 Cornelis P.Patty Ketua PT.Aneka Bumi Kencana 2 Frenky Djamal Wk.Ketua I CV.Kopi Sulawesi 3 Frans Honga Halim Wk.Ketua II CV.Mega Putra Sejahtera KOMP.ORBIN 1 Drs.H.Abd.Rachmat Tjanring,MM Ketua Kompartemen Puskud Hasanuddin 2 Nasrul Sanusi Wk.Ketua Kompartemen PT.Marco Eka Persada KOMP.PROMOSI/PEMASARAN & HUB.L/N 1 Taswin H.Purwardi Ketua Kompartemen CV.Sari Hasil Utama 2 Hendra Litha,ST Wk.Ketua Kompartemen Fa.Kopi Jaya KOMP.PEMB.PRODUKSI/LITBANG & MUTU 1 Ir.Suwardi Ketua Kompartemen PT.Toarco Jaya 2 Hendra Suwiptandy Wk.Ketua PT.Megaputra Sejahtera KOMP.HUKUM & ARBITRASE 1 Paulus L.Sappetaw Ketua Kompartemen CV.Lucky Trad.Coy 2 Rukman Noor Wk.Ketua PT.Sulawesi Agricultural Trad. KOMP.ANGGARAN & KEUANGAN 1 Dichson Ch.Djaruu Ketua Kompa